Sabtu, 25 Desember 2010

Nama :Zulfa Dzakiyah Smt/kelas:1/KI.B
Nim :1210201114
Shalat berjama’ah seringkali dianggap remeh dan tidak begitu penting, mengingat melakukan shalatnya-lah yang lebih wajib. Padahal telah jelas dalam nash Qur’an ataupun hadis bahwasanya Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang senantiasa berjamaah dalam menjalankan perintah-Nya. Allah berfirman dalam surat Ash-Shaff ayat 2:


“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Sedangkan dalam konteks shalat berjamaah Rasulullah saw. bersabda, ”Kebaikan shalat berjamaah itu melebihi shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (Riwayat Bukhari Muslim dari ibnu Umar).
Bahkan untuk menggambarkan tentang keutamaan shalat berjama’ah, Islam mensyariatkan shalat Juma’t yang menurut sebagian ulama jumlah makmumnya tidak boleh kurang dari 40 orang.
Sudah selayaknya, di lingkungan civitas akademika perguruan tinggi Islam, kedisiplian dalam melaksanakan shalat berjama’ah dijaga dengan baik. Hal ini adalah tugas setiap elemen civitas akademika, baik itu mahasiswa, dosen, maupun staff kampus. Semua harus bisa kompak dalam melaksanakannya. Sehingga akan tercipta keharmonisan dalam lingkungan kampus, kesan yang baik terhadap lingkungan luar sekitar kampus, dan bahkan sebagaimana dijelaskan firman Allah di atas, dapat menjadi fondasi yang kuat dalam syiar Islam.
Shalat adalah tiangnya agama, tentunya sangat tidak pantas sekali jika mahasiswa perguruan Islam tidak mampu menunjukkan kualitas shalat yang baik. Namun yang terjadi di lapangan akhir-akhir ini justru sebaliknya, sering terlihat, lebih banyak mahasiswa berkumpul/terlihat sedang duduk-duduk santai di warung kopi atau hanya sekedar mengobrol ngaler-ngidul di pinggiran jalan, bila tidak di tempat-tempat duduk yang entah sengaja atau tidak sengaja disediakan, seolah memanggil mereka untuk mampir ketimbang bergegas mengmbil air wudlu untuk melaksanakan shalat berjamaah, dikala mereka mendengar suara adzan berkumandang. Jika diajak untuk shalat, ada saja alasan mereka agar terbebas dari kewajibannya yang satu itu, seolah shalat berjama’ah itu tidak terlalu penting dan tidak berdampak besar bila melaksanakan atau meninggalkannya. Beberapa alasan klasik yang biasa dilontarkan para mahasiswa saat mereka diajak shalat berjama’ah, yaitu ; malas, toilet atau mesjidnya masih penuh, waktu istirahatnya mepet, lapar, nanti ngabisin rokok dulu, sudah “pewe”, celana kotor, nanggung waktu istirahat sedikit, dan sejenisnya yang biasa digunakan para mahasiswa ihwan muslim sebagai alasan.
Berbagai alasan di atas semata-mata menggambarkan kemalasan dan kelalaian. Mereka tidak memprioritaskan agama dan berupaya untuk menjauhi perintah-Nya. Allah berfirman:

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya”. (QS. Al-Maa’un : 4-5)
Seorang mahasiswa yang sibuk dengan aktivitas akademiknya pun, seyogyanya mampu mensiasati agar bisa meluangkan waktu untuk memperoleh keutamaan amal seperti shalat berjamaah.
Dari berbagai alasan yang tercantum di atas, dapat diketahui bahwa salah satu faktor mahasiswa enggan melaksanakan shalat berjamaah adalah karena ketidakefektifan dan ketidakefisienan pembelajaran di kampus yang bersangkutan. Sehingga upaya pendisiplinan mahasiswa dalam melaksanakan shalat berjama’ah juga adalah tanggung jawab rektor dan jajarannya untuk merancang kurikulum dan kondisi kampus yang mendukung berbagai aktifitas yang baik, seumpama shalat berjama’ah. Sebagai ilustrasi, bagaimana mungkin para mahasiswa mampu melaksanakan shalat berjamaah pada waktu yang bersamaan, jika sarananya tidak memadai. Sebaik-baiknya koreksi adalah terhadap pekerjaan sendiri, oleh karenanya, senantiasalah mengintrospeksi diri dengan tetap mendengarkan saran dari luar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar